Belajar Berbagi
Obrolan berangkat sekolah bersama
Sasha pagi ini.
Bunda: “Dik Sasha, di tas tadi bunda taruh Jusy Jus ya, buat tambahan
bekalnya.”
Sasha: “Ga usah, Bund. Nanti kalau dimintai temen-temenku, gimana?”
Bunda: “Lho ga papa to, dik, kan malah bagus, berbagi sama temen”
Sasha: “Lha kalo nanti jadi habis, gimana? Padahal jusnya itu rasanya
enak lho, bund!”
Bunda: “Ya gapapa, kan nanti dik Sasha senang kalau bisa berbagi sama
temen, trus kalau habis, kita bisa beli lagi besok”
Rupanya kata “berbagi” belum
dapat diterima sepenuhnya oleh Sasha. Dia masih harus memikirkan banyak hal
yang mungkin muncul sebagai dampak dari aksi berbagi itu. Bagaimana jika
kehutuhannya tak tercukupi, bagaimana jika kepuasannya tak terpenuhi, bagaimana
jika menjadi tidak happy setelah membagi makanannya dengan teman. Semua itu
merisaukannya.
Saya jadi sangat memahami jika di
sekolah Sasha, dan saya yakin juga terjadi di sekolah-sekolah usia dini lain, menggalakkan
kegiatan berbagi bekal. Setiap hari setiap siswa disarankan untuk membawa bekal
makanan ringan atau apa saja asal bersih dan sehat, untuk dimakan bersama-sama
di dalam kelas, dan saling membaginya bersama kawan. Sekolah tau betul bahwa mengajarkan anak dengan
membiasakan diri untuk senang berbagi sejak dini sangatlah penting, hingga dimasukkan ke dalam materi belajar harian siswanya.
Selain penting, memahamkan anak
bahwa dengan memberi tidak akan mengurangi sedikitpun dari apa yang telah kita
miliki, bahkan sebaliknya, juga merupakan hal yang tidak mudah untuk dilakukan.
Buktinya, si 4 tahun Sasha ini masih merasa berat hati untuk berbagi, meskipun
dia sudah banyak mendapatkan contoh riil baik di rumah maupun di sekolahnya.
Yah..memang harus sabar. Sebenarnya saya hanya tiba-tiba merasa khawatir saja
dengan obrolan di atas. Khawatir jika Sasha membutuhkan waktu yang lama untuk
belajar tentang berbagai. Bagaimana jika sangat lama? Bagaimana jika sampai ia
dewasa masih belum paham juga? Bagaimana jika ‘pelit’ ternyata itu sudah
menjadi karakter dasar Sasha, sehingga tidak akan mudah untuk diubah? *Aaargh…butuh
psikolog, please!
Tidak. Tidak. Itu hanya
kekhawatiran yang tidak masuk akal. Di balik kekhawatiran itu, saya sebenarnya sudah
paham, bahwa yang terpenting untuk melatih anak gemar berbagi adalah dengan
terus memberikan contoh melalui aplikasi nyata dalam kehidupan sehari-harinya.
So, Ok, semoga saya dimampukan untuk tetap istiqomah dalam memberikan contoh
tersebut. Sekian curhat saya, terima kasih :)
Bisa dimulai dengan berbagi rezeki mentraktir Nophex bebek Pak Slamet.. :-)
ReplyDeleteGek wes numpuk piro kik voucher bebek Pak Slametku padamu Cyiin.. wkwkwkwk..
wkwkwkkwk...voucher slametnya pake masa berlaku lho, pex. ganti tahun dah expired tuh.
Delete