Come and See My World

Analisa Teman

Jika akhirnya harus tau bahwa ternyata kita tidak disuka oleh seorang yang kita anggap teman, apa yang sebaiknya dilakukan?

Untuk menjawab persoalan itu, secara teori saya sepertinya akan dapat menjawabnya dengan sangat mudah. Pertama jelas, harus instropeksi diri. Kedua. Mengomunikasikannya dengan si teman, untuk mencari akar permasalahan lalu mengurainya untuk mencari solusi. Ketiga, meminta maaf jika ternyata telah melakukan kesalahan. Terakhir, merubah diri jika memang terdapat kelemahan dan kesalahan dalam diri. Ok, itu teorinya. Bagaimana dengan praktekkannya? Bisakah? Mudahkah?

Saya rasa saya cukup baik dalam medeskripsikan dan mengukur diri sendiri, sehingga saya yakin semua tahapan-tahapan tersebut di atas akan dapat langsung saya aktualisasikan. Namun sekarang masalahnya adalah bagaimana jika baru di tahapan pertama saja, saya sudah menghadapi kendala. Instropkesi diri sudah, namun sayangnya jika tetap saja saya tidak menemukan apa yang salah, what’s next then? “Kalau ga tau, ya tanya!”. Ok, saya seharusnya menanyakannya langsung kepada yang bersangkutan, sehingga dapat segera memperoleh informasi di mana letak kesalahan saya. Maka masalah selanjutnya adalah, boro-boro mau bertanya letak salah saya dimana, orang nycoba ngajakin ngobrol untuk menyairkan suasanan aja di cueikin. Ya iya lah, terang aja dicueikin, orang udah sebel duluan ama ente! Yah…lagi-lagi, pada akhirnya saya juga lah yang pantas dipersalahkan. Tidak bisa instropeksi diri.

But wait! Tunggu dulu! Jangan-jangan saya terlalu terburu-buru membuat analisa hingga ke tahapan ini, tahapan apa yang seharusnya dilakukan. Jangan-jangan saya perlu untuk membuat analisa jauh sebelum soal bagaimana reaksi saya atas aksi si teman, tapi analisa tentang “apa iya dia itu seorang teman?” terlebih dahulu. Sepertinya sih perlu. Jika hasil analisanya “ya, dia temanku” maka bisa dilanjutkan ke analisa di atas. Tapi jika jawabannya “ternyata dia bukan teman”, maka tidak perlu dilanjutkan analisanya. Ngapaiiin??!! Buang-buang waktu.

Untuk tau dia seorang teman atau bukan, tentu saja kita perlu tau parameter-parameter seseorang layak disebut sebagai teman terlebih dahulu. Teman, menaruh perhatian terhadap kita. Teman mau mendengar keluh kesah kita. Teman akan mengingatkan jika kita melakukan kesalahan. Teman senang jika kita senang dan sebaliknya, jika kita sedih, ia turut merasakannya.

lalu bagaimana jika ia selama ini tidak pernah ingin tau kabar dan keadaan kita. Ia diam saat kita berbuat kesalahan. Ia cuek dengan perilaku kita. Ia tidak memedulikan kita. Tidak menganggap kita ada. Jelas, bodoh sekali orang yang telah menempatkan orang semacam itu sebagai teman. Ok, lagi-lagi, saya yang salah. Ya, saya telah salah sangka. Saya menyangka dia teman, meskipun jauh di lubuk hati, saya menyadari bahwa saya tidak benar-benar ‘diterima’, tapi apa boleh buat, keadaan memaksa saya untuk menempatkan diri sebagai teman. Namun rupanya semua usaha saya untuk bisa dianggap sebagai teman tidak berbuah.

Baik, menjadi lebih jelas sekarang. Memang saya yang salah. Saya terlalu banyak berharap darinya. Berharap mendapat perlakuan sama seperti saya memperlakukannya. Itu kesalahan saya! Maka, dari ini saya dapat belajar. Belajar untuk dapat memperlakukan orang dengan lebih baik. Belajar untuk lebih memperhatikan perasaan orang lain dari setiap sikap yang kita perlihatkan. Belajar untuk menekan ego pribadi. Belajar untuk tidak membenci sesama.


*Terima kasih, teman. Dibalik sakit hati ini, setidaknya saya bisa belajar. Belajar untuk tidak menjadi seperti anda!

Comments

  1. Uhuk.. sopo kui hayo.. aku ketinggalan gosip kie.. :-/

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts