Saisha dan Bullying
"Saisha yang selalu ceria di rumah" |
Alhamdulillah, kami, ayah bunda dan si kedua Saisha diberi
kesempatan untuk belajar bersama-sama dalam dua bulan terakhir ini. Belajar
tentang materi pelajaran yang tadinya saya pikir sudah saya persiapkan dengan
baik dari awal, namun ternyata tetap tidak mudah dijalani saat benar-benar
mengalaminya.
Ini adalah tentang bullying π.
Sasha yang terpantau dominan baik di rumah maupun di sekolah
sejak kelas 1, rupanya bisa juga menjadi korban bullying di kelas 2 ini.
Untungnya, komunikasi kami sudah terbangun dengan baik, sehingga hal ini dapat
terdeteksi sedari awal. Sasha sudah dengan sangat terbuka menceritakan
pengalaman tak menyenangkan karena dihindari oleh karibnya. Sejak hari pertama
ia merasa ada yang aneh pada diri si kawan, tepatnya minggu pertama masuk
sekolah semester 2 ini. Respon pertama yang saya berikan adalah mengajaknya
untuk mencoba mengingat-ingat, apa yang sudah Sasha lakukan terhadap si teman.
Bisa jadi, tanpa disadari, Sasha sudah
melakukan hal yang membuat si teman tidak suka atau bahkan marah. Saya juga
menyarankannya, untuk mencoba mencari tahu, dengan bertanya langsung pada si
teman. Jika diperlukan, kita bisa
meminta maaf terlebih dahulu padanya. Berharap si teman mau memaafkan dan
pertemanan bisa normal lagi seperti sebelumnya.
Minggu berikutnya, topik pembicaraan Sasha masih seputar si
teman yang tak kunjung mau diajak bermain bersama. Malah keadaan makin tidak
menyenangkan. Si teman mulai melempar serangan verbal. Dari mengejek, sampai
menuduh mengambil barang-barang miliknya. Sasha terlihat makin tertekan. Bunda
mulai menyarankan, jika kamu yakin tidak salah, maka sampaikan dengan
tegas padanya untuk tidak mengganggu lagi,
dan mulailah bermain dengan teman yang lain.
Dua minggu berlalu, situasi tak kunjung membaik. Keadaan mulai
menjadi makin merepotkan, utamanya di saat semua tengah sibuk bersiap berangkat
ke sekolah. Sasha mulai banyak alasan untuk meminta tidak masuk sekolah. Dari
ga enak badan, capek, sakit atau males. Saat didesak terus dengan pertanyaan
kenapa, Sasha mulai menangis, dan berkeluh kesah soal si teman yang tak mampu
ia hadapi. Sasha menjelaskan, sekuat apapun usahanya untuk menegaskan pada si
teman untuk tidak mengganggunya, si teman tidak takut sama sekali.
Peringatannya tidak digubris, dan gangguan pun terus berlanjut. Itu
yang membuat Sasha kerap menangis tiba-tiba jika ia mengingat soal si teman. Fiiiuh...hati emak mana yang tak galau mendapati putri kesayangannya tak lagi punya semangat ke sekolah.
Awalnya saya masih bertahan, untuk sebisa mungkin
mengupayakan solusi dari sisi si Sasha dulu. Tiap hari kami memberi masukan untuk Sasha
agar ia bisa lebih kuat mengabaikan gangguan yang ada, untuk tidak mudah menunjukkan
sisi lemahnya, dengan harapan Sasha mampu secara mandiri menghadapi kondisi seberat apapun
dalam lingkungan sosialnya. Namun, setelah tujuh minggu berlalu dan kami lihat
situasi yang makin memburuk, akhirnya saya merasa ini waktunya untuk meminta
bantuan dari wali kelas.
Hasil konsultasi dengan wali kelas meng-konfirmasi
dugaan-dugaan saya sebelumnya, mengenai pokok masalah yang dihadapi Sasha. It’s
all about rivalry in female relationship. Masalah khas anak-anak perempuan (bahkan
orang dewasa) dalam sebuah hubungan pertemanan. Sayangnya, Sashalah yang
menjadi objek penderita. Wali kelas memastikan, beliau terus memantau setiap aktivitas keduanya, untuk meminimalisasi terjadinya bullying. Lega rasanya mendapat jaminan itu, meskipun kami sadar, mungkin akan butuh proses yang tak sebentar bagi kami dan
wali kelas untuk bisa mengendalikan situasi lalu mengembalikan keadaan tersebut
menjadi lebih baik.
So, ini semua akan kembali pada seberapa kuat Sasha mampu
mengatasi situasi yang tak menyenangkan itu. PR besar juga untuk kami, orang
tuanya, untuk terus menguatkan Sasha agar menjadi lebih tangguh dan tidak
baperan. π¬He…. Semangat, sweetheart. Bunda yakin, kita pasti bisa melalui ini semua! Bismillah!
Comments
Post a Comment