Pengalaman Pertama Menabung di Bank
Sibuk mengamati buku tabungan |
Beberapa diskusi panjang dengan
anak-anak menjelaskan bagaimana kita bisa mendapatkan uang dari mesin ATM sudah
sering digelar. Dari proses ayah bunda mendapatkan uangnya terlebih dahulu,
yaitu dengan bekerja dari pagi hingga sore, lalu menunggu satu tanggal keramat
setiap bulannya untuk mendapatkan upah sebagai hasil yang diperoleh dari kerja
yang dilakukan sebulan sebelumnya dalam bentuk uang yang tersimpan dalam Bank,
demikian seterusnya, sudah kami jelaskan. Namun rasanya memang masih kurang
greget jika belum ditambahkan pembelajaran langsung melalui sebuah praktek. Untuk
itu, bunda mengagendakan sesi belajar menyimpan uang di Bank dalam liburan
sekolah kali ini. Iya, harus diagendakan secara khusus, karena jam kerja Bank
sama dengan jam kerja Bunda, hehe. So, bunda khusus mengambil cuti satu hari
demi terlaksananya agenda pembelajaran ini.
Tibalah saat yang
ditunggu-tunggu. Hari senin, setelah menjemput dik Sasha dari sekolah, kami
berencana untuk mampir ke Bank untuk belajar menabung. Azzam begitu
bersemangat. Buku tabungan tak lepas dari genggamannya selama di perjalanan,
hingga seluruh detail tulisan yang tertera dalam buku tabungan tersebut habis
ia baca dan ia tanyakan apa maksudnya. Memasuki area parkir Bank, nyali bunda
mendadak menciut melihat begitu banyaknya manusia yang mengantri hingga
memadati teras bank. Membayangkan betapa lamanya waktu antri yang harus kami
lewati, membuat bunda menawarkan opsi untuk menunda agenda menabung di lain
hari. Dan jelas saja, langsung dijawab dengan tangis ‘gero-gero’ Azzam. Azzam
sudah sangat ingin menabung di Bank, mana mungkin mau ditunda untuk dialihkan
ke hari lain. Jelas tak mau lah. Ok, akhirnya kami tetap melanjutkan rencana,
demi meredanya tangis pilu mengharukan itu.
Bayangkan, kami mendapatkan nomor
antrian 158, sedangkan nomor yang dipanggil petugas teller baru sampai nomor
90-an. Kalau tidak demi senyum ceria dan sebuah pengalaman berharga untuk Azzam
ku, jelas bunda sudah angkat bendera putih, menyerah. Yah, Azzam begitu ceria
saat mengambil nomor antrian, senyumnya terkembang lalu sibuk menyelidik angka
yang tertera di kertas sambil membandingkan dengan angka pada layar monitor di
dekat meja teller. Bunda kemudian menggiring mereka ke meja tempat mengisi form
setoran yang berada di sudut ruangan. Sayang mejanya terlalu tinggi untuk
Azzam, jadi ia tidak dapat mengisi sendiri form setorannya. Selesai mengisi,
form setoran dan satu lembar uang seratus ribu bunda selipkan ke dalam buku
tabungan dan menyerahkannya pada Azzam dan Sasha, lalu segera mengambil tempat
duduk untuk mengantre. Saya upayakan untuk duduk dengan santai meskipun tetap
menyimpan satu kekhawatiran di dada, bahwa mereka akan segera bosan karena lama
menunggu, lalu mulai mengajukan permintaan-permintaan tidak masuk akal sebagai
aksi protes mereka. Oh no!!!
Namun tampaknya Alloh sungguh
menyayangi saya, sangat sayang. Tak seberapa lama duduk mengantre diantara
puluhan nasabah lain yang juga sedang mengantre, seorang petugas mendatangi
saya dan menanyai dengan sopan “Ibu akan melakukan transaksi di atas 10 juta
atau di bawah 10 juta?”. Kujawab “Cuma mo nabung seratus ribu saja,Pak”. “Untuk
transaksi di bawah 10 Juta, silakan langsung menuju teller paling ujung itu,
Ibu, silakan antri di belakang bapak itu”, kata si petugas sambil menunjuk
teller khusus dengan 5 orang berdiri di depannya mengantri. Mungkin Bapak
petugas itu merasa iba melihatku dan anak-anak yang dengan bahagianya
menenteng-nenteng buku tabungan bergambar karakter kartun (jelas tabungan untuk
anak-anak) dengan satu lembar seratus ribuan yang nyembul terselip di dalamnya.
Sepertinya ia tak tega membiarkan kami mengantre untuk waktu yang pasti akan sangat
lama hanya untuk seratus ribu!! Hehe. Kami segera berpindah, menuju teller
yang ditunjuk oleh Bapak tadi. Dan kamipun hanya menunggu sekitar 10 menit
untuk akhirnya benar-benar berada di hadapan si mbak teller yang cantik bernama
Nadia.
Lagi-lagi, meja tellernya masih
terlalu tinggi untuk Azzam. Bundalah yang harus menyerahkan buku tabungan dan
slip setorannya. Azzam menarik-narik baju bunda, tanda ingin tahu apa yang ada
di balik meja. Untuk memuaskan rasa penasarannya, kugendonglah Azzam agar ia
leluasa melihat apa saja yang ada di balik meja teller. Mbak Nadia melayani
kami dengan ramah dan menyenangkan. Tak butuh waktu lama, ia mengembalikan buku
tabungan yang telah terisi berikut copy slipnya kepada Azzam. Kami pun bergegas
berjalan keluar meninggalkan Bank tersebut. Sesaat kami keluar melewati pintu,
Azzam berkata pada adiknya, Sasha dengan sumringah “Dik, seru ya, Dik?”. Azzam
terlihat begitu bersemangat. Bundapun jadi merasa senang karena bisa memberikan
pengalaman yang menyenangkan untuknya. Bahagia bisa menemani anak-anak belajar
mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru dalam suasana yang tidak jauh-jauh
dari nuansa bermain. Ditanya sang kakak, Sasha yang sedari tadi tampak
datar-datar saja menjawab dengan mantap “Enggak..” *Gubrak!!
Sekarang, Azzam jadi lebih tahu. Ia
jadi tahu nama-nama profesi yang ada di Bank berikut tugasnya, seperti petugas Satpam, Teller, Customer Service. Ia
juga mengenal istilah-istilah perbankan sederhana, seperti saldo, rekening, tunai,
dll. Dan yan terpenting, Ia jadi tahu dari mana sebenarnya uang dalam ATM itu
berasal. Ia jadi tahu, bahwa mendapatkan uang di ATM tidaklah semudah seperti
penampakannya. Bahwa uang dalam ATM itu merupakan simpanan kita sendiri, yang
kita peroleh dari usaha yang kita lakukan sebelumnya.
Dek, kalo tabungannya udah ngumpul banyak, ga afdol kalo ga traktir tante eskrim..
ReplyDeleteKabeh komen kok isine mung babagan mangan, hihihi
ReplyDelete