Come and See My World

Belajar Mengelola, Bukan Membelanjakan


Pic source: travel.kompas.com
Pernah suatu pagi, saat saya sedang berada di sebuah warung dekat rumah kami untuk membeli sesuatu, saya dihadapkan pada satu pemandangan yang langsung membuat saya ‘wow-ing’ keheranan. Sepasang kakak beradik, berusia sekitar 3 dan 2 tahun terlihat belum mandi pagi, berpakaian seadanya, tanpa didampingi orang dewasa, bergandengan tangan berjalan menuju warung. Dihadapan rak berisi aneka jajanan dan snack, kedua bocah itu langsung mengulurkan dua lembar uang seribuan, sambil menunjuk ke arah salah satu jenis makanan yang ia inginkan. Begitu pemilik warung menyerahkan makanan dan menerima uang dari bocah tersebut, keduanya segera membalikkan badan dan berjalan pulang. Pertanyaan saya pada si pemilik warung “Wah, anak sekecil itu sudah mahir sekali jajan ya, bu?”. Dijawab oleh si pemilik warung “Jangan ditanya, mbak. Tu anak tiap pagi setor uang dulu ke sini, kalo enggak pasti ngambeg”. Sungguh, sebuah peristiwa yang tidak saya inginkan terjadi pada anak-anak saya.

Banyak orang tua mengeluhkan kebiasaan anaknya yang gemar jajan, sampai-sampai si orang tua harus merogoh kocek dalam-dalam untuk memenuhi kebutuhan jajan sang anak, karena jika tidak dituruti, si anak akan marah, ngambeg bahkan sampai mengamuk. Jelas, ini tidak boleh terjadi pada anak-anak saya. Ditambah lagi, ketika saya mencoba berkaca pada diri sendiri, dan menyadari bahwa saya adalah seorang yang kurang mampu mengelola keuangan dengan baik (catat ya, hanya kurang, bukan tidak mampu), benar-benar membuat  saya bertekad bulat untuk mengoreksinya dan berusaha memastikan anak-anak saya tidak mencontohnya.

Saya belajar banyak dari teman-teman dan berbagai sumber lain tentang bagaimana memperkenalkan uang pada anak tanpa harus membuatnya menjadi penggila jajan. Alhamdulillah sangat efektif ketika saya terapkan pada Azzam dan Sasha. Coba saja ajak Azzam dan Sasha ke warung atau supermarket, maka reaksi yang mereka tunjukkan saat melihat jajaran makanan yang umumnya menggoda anak-anak, tidaklah terlalu berlebihan. Tidak merengek, meronta-meronta untuk dibelikan jika menginginkan sesuatu, tetapi hanya akan berkata “Bunda, Azzam ambil ini ya?”. Dan tidak akan marah jika bunda menolaknya.

Apa yang saya pelajari agar anak mengenal uang tetapi tidak hobby jajan, dan telah saya coba terapkan juga untuk Azzam dan Sasha, diantaranya adalah:

Menyediakan snack dan makanan sehat dan aman di rumah. Dalam daftar belanja bulanan pasti akan tercatat daftar aneka snack untuk kami beli sebagai persediaan cemilan Azzam dan Sasha selama satu bulan. Aneka snack ditempatkan di lemari yang jauh dari jangkauan anak-anak. Dan akan disajikan sesuai dengan waktu dan porsi yang sesuai, so tetap dalam kendali bunda tentunya.

Memperkenalkan teknis membeli snack dan makanan. Jangan sekali-kali memanggil abang tukang jualan apa aja yang lewat di depan rumah, karena ini akan memberikan contoh pada anak bahwa membeli jajanan bisa dilakukan dengan semudah itu. Cukup panggil si abang, dapat deh makanannya. Membiasakan membeli sesuatu di tempat khusus, akan lebih baik bagi pemahaman anak tentang cara membeli sesuatu. Sebagai contoh, jika ingin membelikan ice cream untuk si kecil, lebih baik membelikannya di mini market, dari pada menyetop penjual ice cream keliling yang lewat di depan rumah. Maka anak akan paham jika menginginkan sesuatu, dibutuhkan effort yang lebih untuk mewujudkannya.

Tidak menjadikan Mall sebagai tujuan berekreasi. Nha, ini yang terkadang sulit untuk saya lakukan. Namanya juga sedang belajar, pasti ada bagian tersulitnya (ngeles). Pada prinsipnya saya setuju sekali untuk tidak terlalu sering mengajak anak ke mall untuk mengisi waktu luang. Nge-mall cenderung mengajarkan budaya konsumtif pada anak, karena sebagian besar aktivitas dalam mall adalah aktivitas membelanjakan uang. Sebenarnya ada banyak alternative tempat yang bisa dijadikan tempat hang out yang cocok untuk anak-anak, selain mall. Tapi mungkin ga senyaman dan seadem mall kali ya, jadi mall masih menjadi tujuan utama para orang tua mengajak anak-anak menghabiskan waktu luang, termasuk saya. So, satu point ini masih menjadi PR saya untuk dapat segera saya aplikasikan.

Pengenalan bagaimana mengelola uang, bukan menggunakan uang. Ini bagian terpentingnya. Satu tanyangan menarik di minggu pagi, di sebuah stasiun TV swasta, menjelaskan bahwa yang terpenting dalam memperkenalkan konsep uang pada anak bukanlah mengajarkan bagaimana cara menggunakan uang, melainkan bagaimana cara mengelola uang dengan baik. Sebuah penelitian di USA, membuktikan bahwa hampir semua orang dewasa yang mampu mengelola uang dengan baik, adalah orang yang masa kecilnya sudah diperkenalkan cara mengelola uang dengan baik pula. Anak perlu tahu bahwa aktivitas membeli atau berbelanja bukanlah satu-satunya fungsi dari uang. Anak perlu dipahamkan bahwa uang itu dapat ditabung, dikumpulkan sedikit demi sedikit untuk digunakan di masa mendatang. Anak juga perlu diajarkan bahwa uang juga dapat disedekahkan, disalurkan kepada mereka yang tidak mampu. Setelah dipahamkan maka selanjutnya adalah mengajak anak untuk berlatih mengelola uang. Dicontohkan dalam tayangan tersebut, jika kita memberi uang saku kepada anak, maka kita jelaskan kepadanya bahwa uang tersebut sebaiknya dibagi untuk tiga keperluan, sebagian untuk jajan, sebagian ditabung dan sebagian lagi disedekahkan. Uangnyapun disediakan dalam pecahan yang memudahkannya membagi untuk kepentingan-kepentingan tersebut. Baiklah, akan saya lakukan tips ini untuk Azzam dan Sasha nanti.

Lagi-lagi, ketauladanan dan konsistensi menjadi kunci utamanya. Maka saya menyadari sepenuhnya bahwa saya harus memperbaiki diri terlebih dahulu, demi menjadi figure contoh yang baik bagi anak-anak saya, sebelum meminta mereka melakukan apa yang saya mau. Insyaallah.

Comments

Popular Posts