Setiap Anak adalah Unik
pic cource: sodahead.com |
Menjadi hal yang amat lumrah dan
jamak terjadi, jika orang tua sering khawatir jika sang buah hati belum berjalan
dengan lancar, sedangkan anak seusianya sudah mahir berjalan. Orang tua juga
akan resah jika si 3 tahun belum dapat menunjuk dan menyebut angka, sedangkan
teman sebayanya sudah hafal satu hingga sepuluh. Bahkan sesaat sebelum
menghadiri pertemuan tersebut, saya ditanya oleh seorang wali murid “Si Mawar
itu kok pinter banget melukis ya, anakku kok ga bisa ya. Les gambar yang ok tuh
dimana sih jeng?”.
Sangatlah tidak bijaksana jika
menentukan standar pencapaian seorang anak berdasarkan kemampuan dan kecakapan
anak lainnya. Karena masing-masing anak terlahir dengan kecakapan dan spesialisasinya
masing-masing. Seorang anak yang sama sekali tidak mempunyai ketertarikan
terhadap musik, lalu diperbandingkan dengan anak lain yang mahir memainkan
piano, lalu buru-buru memasukkannya ke sekolah musik agar mampu pula bermain
piano, tentu akan menjadi sesuatu yang mengerikan bagi si anak. Bukankah
setelah semua anak menjadi orang dewasapun tidak semuanya menjadi pemusik atau
pianis?
Ibu Riska menjelaskan bahwa idealnya
kemajuan perkembangan seorang anak harus diukur dari start awal kondisi si anak
sebelumnya. Jika sebelumnya si 3 tahun yang diketahui normal secara fisiologi sama
sekali belum mau mengucap kata-kata, lalu dua bulan kemudian dia sudah mampu
mengucap kata meskipun hanya suku kata akhirnya saja, itu adalah perkembangan
yang sangat baik, meskipun teman sebayanya sudah lihai merangkai kalimat. Jika
diawal sekolah seorang anak sama sekali tidak mau berpisah saat ditinggal orang
tuanya, lalu setahap demi setahap mulai bisa lepas meskipun masih dengan
menangis, itu adalah prestasi luar biasa bagi anak tersebut, meskipun
teman-teman sekelasnya sudah sangat berani bermain sendiri tanpa ada
pendamping.
Pelajaran yang amat berharga
untuk saya. Sebuah pengingat untuk saya agar tidak lupa bahwa Azzam, Sasha dan
anak-anak yang lain adalah pribadi yang unik, tidak akan sama antara satu
dengan yang lainnya. Seorang anak bisa jadi lemah di satu hal, tapi saya yakin
ia akan sangat menonjol di bidang yang lain. Tugas kitalah para orang tua untuk
lebih sabar dan tekun menemukan potensi anak, lalu menggalinya lebih dalam,
sehingga ia akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak minder, karena ia bangga
akan ‘keunikan’ yang ia miliki. Bukankah kita tidak mendidik anak-anak kita
untuk menjadi orang lain, melainkan untuk menjadi dirinya sendiri?.
cyiiiin,,, ku beri sangu liburan taun baru yak.. ^_^
ReplyDeletehttp://novsabatini.wordpress.com/2012/12/28/sunshine-award/