Mau Lagi, dan Lagi
Perjalan pulang kantor sore
kemarin sebenarnya biasa saja, sama seperti hari-hari biasanya. Tapi satu
pemandangan singkat yang begitu membekas dan sangat mempengaruhi pikiran hingga
hari ini adalah ketika saya berada di belakang sebuah mobil pick up, membawa
barang belanjaan, yang juga memuat 4 orang anak balita, ditemani oleh seorang
wanita dewasa, yang sepertinya adalah ibu mereka. Ke empat anak tersebut
berpakaian warna sama, kuning. Dan dari wajahnya saya langsung dapat
menyimpulkan bahwa mereka adalah kakak beradik, dengan jarak kelahiran paling
lama 2 tahun, jadi secara fisik tampak begitu ‘mrajin’ kalau orang jawa bilang.
Lucu sekali.
Seketika saya langsung berfikir,
wah asik juga kalau saya juga punya empat balita lucu-lucu seperti mereka.
Sekarang saja saya punya dua sudah bangganya setengah mati, bahagia luar biasa
tiap memandangi mereka beraktivitas, lebih-lebih saat tertidur, subhanallaah. Saya
memang bercita-cita untuk punya anak banyak, dengan banyak alasan pula. Dan
alasan terkuatnya adalah karna saya suka-anak-anak, merka lucu. Setahun setelah
Azzam lahir, saya sudah langsung ketagihan lagi untuk hamil. Dan Alhamdulillah
terkabul. Ritual control memeriksakan kandungan ke dokter tiap bulannya, suasana
ruang persalinan, ruang bayi, semuanya begitu membekas manis dan membuat saya
ketagihan untuk merasakannya lagi. Begitu juga setelah Sasha lahir. Padahal
proses persalianan sasha sempat membuat saya trauma, karena harus melalui
operasi caecar. Tapi trauma itu hilang setelah setahun berlalu. Dan sekarang
sudah ngebet lagi pengen punya baby. Namun sekilas pikiran tersebut juga
langsung diikuti dengan pemikiran berikutnya tentang ‘siapkah saya untuk punya
anak lagi?’
Saya beruntung dibantu oleh
banyak pihak. Dari yangkung dan yangti, mbak yani, keponakan yang tinggal di
rumah kami, dan budhe asih, asisten rumah tangga kami. Mereka sangat berperan
penting dalam mengasuh anak-anak ketika saya tidak berada di rumah. Itu lah
mengapa bayangan kerepotan punya anak banyak tidak pernah terlintas di benak
saya. Itu pula lah yang menyebabkan saya selalu ingin hamil lagi setelah
setahun jarak kelahiran anak sebelumnya. Lalu mengapa bertanya tentang kesiapan
untuk punya anak lagi? Bukan. Bukan itu masalahnya.
Yang saya fikirkan adalah
tanggung jawab dalam mendidik mereka. Saya bekerja 5 hari dalam seminggu.
Meninggalkan rumah dan anak-anak 9 jam setiap harinya, dari jam 7.30 pagi
sampai 16.30 sore. Apa yang mereka dapat, rekam, serap dari sekitar mereka
selama saya tidak ada di samping mereka, itu yang membuat saya khawatir. Selama
ini saya sangat mengandalkan yangkung, yangti, mbak yani dan mbak asih sebagai
protector. Dan Alhamdulillah, sampai dengan saat ini saya tidak mengalami
kendala berarti. Tapi pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana jika jumlah
anak-anak bertambah? Sedang fisik yangkung dan yangti tidak lagi seprima dulu,
mbak yani sudah mulai bekerja?
Bagaimana kalau untuk sementara
kita tunda segala kekhawatiran tersebut?Bagaimana kalau kita fikirkan nanti
saja? (hellooh..siapa juga yang mulai!-hammer-)
lha terus kesimpulane opo ki mbak? hihi
ReplyDeleteya itu son, intinya masih galau. antara pengen cepet2, tapi khawatir belum bisa ngayahi, hehe. jadi ya gimana entar aja deh...
Delete