Ayah, Our Hero
Ayah Sigit |
Dinginnya udara subuh tadi begitu
menusuk, sampai ke tulang-tulang rasanya. Semakin terasa dingin karena kami
melaju kencang memacu motor kami menuju stasiun Balapan mengejar kereta pramex
yang akan mengantar kakandaku berangkat kerja. Ini memang kali pertamaku
mengantar suami ke stasiun dengan berkendara motor. Pengalaman pertama yang
langsung membuatku tersadar akan betapa luar biasanya pengorbanan yang
kakandaku lakukan untuk keluarganya.
Bagaimana tidak, tiap pagi ayah
harus bangun sebelum subuh, dan mulai bersiap-siap mandi dan sarapan. Waktu yang
masih terlalu pagi untuk mandi dan sarapan. Tak jarang ayah melakukannya dengan
mata yang sesekali terpejam tanpa sengaja, karena masih merasakan kantuk. Jika sudah
siap, maka ayah akan segera memacu motornya menembus dinginnya pagi menuju
stasiun. Tidak boleh meleset satu menitpun, atau akan tertinggal dan harus
menunggu jam kereta berikutnya. Perjalanan di atas kereta memakan waktu 1 jam,
menuju Jogyakarta. Lumayan, masih ada sedikit waktu untuk menambah jam tidur. Itu
kalau kebagian tempat duduk. Karna biasanya, di hari senin pagi, sulit
mendapatkan tempat duduk. Pulangnya, hal yang sama harus beliau tempuh. Satu jam
perjalanan dengan kereta, dan setengah jam perjalanan dari stasiun menuju
rumah. Ba’da isya, ayah biasanya sudah sampai dirumah.
Semua dilakukannya tanpa mengeluh
sekalipun. Satu hal yang membuatnya sedih adalah karena sesekali harus meninggalkan anak-anak yang belum bangun, dan
kembali saat anak-anak sudah tertidur. Tidak ada waktu lagi untuk bercanda
dengan Azzam dan Sasha. Untungnya masih ada Sabtu dan Minggu, saat kami bisa
sepenuhnya meluangkan waktu untuk anak-anak.
Tetap semangat, suamiku. Semoga Allah
senantiasa memberkahimu dengan rezeki yang halal lagi melimpah, kesehatan dan
keluarga yang selalu dapat menyejukkan hati dan pandanganmu. Amin.
Comments
Post a Comment