Kurikulum, Silih Berganti
Pic source: informasipendidikan.com |
Ini adalah barang baru, sangat
baru bagi saya. Banyak istilah yang saya belum mengerti maknanya, seperti EEK,
SKKD, Panduan kurikulum, dan lainnya. Apa itu? Ah, cari tahu nanti saja, yang
penting mendengarkan dulu dengan seksama. Meski ini kali pertama saya bergabung
dalam sebuah forum dengan bahasan yang sama sekali bukan spesialisasi saya,
tapi secara garis besar saya paham arah dan tujuan pembicaraan pada hari itu
(fffiiiuuuh…). Saya jadi tahu, betapa pemerintah mempunyai upaya yang
sungguh-sungguh untuk mencari pola yang pas, menentukan kebijakan kurikulum
yang cocok untuk menghasilkan output yang sesuai harapan. Awalnya saya berpikir
begitu.
Pembicara pertama, Ibu Lili, Koordinator
bidang PKn, memaparkan gambaran umum dan bentuk dari penguatan serta penataan
kurikulum di 2013 akan seperti apa, dengan penjelasan yang jelas, dan menarik. Semakin
banyak slide yang disajikan, saya jadi semakin paham, mengapa Puskurbuk
demikian tampak repotnya dalam mengatur dan mencari pola yang pas untuk
pendidikan di negeri ini. Dengan lugas beliau menjelaskan, bahwa begitu banyak ‘nilai-nilai’
yang diharapkan oleh departemen-departemen lain untuk dapat disisipkan dalam
kurikulum pendidikan di tiap tahun ajaran. Yang terbaru, ada sekitar lebih dari 20 nilai yang harus dimasukkan ke dalam kurikulum. Terakhir, puskurbuk harus
melayani permintaan langsung dari Bapak Presiden, yang menghendaki adanya
tambahan materi tentang anti terorisme.
Saya memang tidak paham tentang
detail bagaimana cara kerja Puskurbuk dalam merumuskan kurikulum pendidikan. Tapi
dari penjelasan yang saya terima, saya jadi maklum mengapa kurikulum pendidikan
di Indonesia selalu berubah setiap presidennya lengser, berubah lagi saat
menterinya ganti, dan selalu saja demikian dari tahun ke tahun. Terlalu banyak
pesanan dan titipan-titipan yang mewakili kepentingan para penguasa yang
dipaksa untuk diramu dan dikemas dengan cantik dalam kurikulum pendidikan kita.
Kalau dulu saat saya sekolah, saya merasa saya terpaksa harus mempelajari
banyak mata pelajaran dengan begitu banyak pokok bahasan, sehingga saya merasa
terbebani, kini saya jadi punya jawabannya kenapa dulu saya merasa seperti itu.
Dan sepertinya apa yang saya keluhkan dulu di bangku sekolah tidaklah
berlebihan. Murid harus mempelajari banyak hal, bahasan yang melebar luas, tapi
tidak dalam. Jadinya, murid tahu banyak hal, tapi dengan pengetahuan yang tidak
mendalam.
Kurikulum pendidikan seharusnya
dirumuskan demi tujuan kemajuan bangsa, bukan malah disisipi dengan kepentingan-kepentingan
politik penguasa, dimana anak didik terpaksa mempelajari materi pelajaran yang
tidak perlu bahkan yang bernuansa politik. Kalau boleh saya kutip satu kalimat
dari sebuah harian nasional, Kurikulum pendidikan harus terkait dan selaras
dengan arah pembangunan nasional. Lhah…sedangkan arah pembangunan nasional saja
belum jelas, jadi ya pantas saja jika arah kurikulum pendidikan di negeri ini
tidak jelas pula. Yah, Itulah Indonesia.
Comments
Post a Comment