Come and See My World

Kurikulum, Silih Berganti


Pic source: informasipendidikan.com
Saya berkesempatan untuk mengikuti sosialisasi penguatan dan penataan kurikulum untuk tahun ajaran 2013/2014 di lantai 4 di gedung kantor kami, Minggu kemarin. Perusahaan mengundang 3 narasumber dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk), untuk memberikan gambaran dan sedikit bocoran tentang kurikulum yang akan ditetapkan di tahun 2013, sebuah hal yang sangat vital bagi kami untuk mempersiapkan ancang-ancang tentang buku yang bagaimana yang seharusnya kami produksi nanti. Acara siang hari itu dihadiri oleh penulis-penulis buku teks pelajaran TS dan para editor. Sedang saya adalah perwakilan dari marketing departemen yang diharapkan mampu menyerap informasi sebanyak mungkin, untuk selanjutnya diteruskan pada rekan-rekan di cabang.

Ini adalah barang baru, sangat baru bagi saya. Banyak istilah yang saya belum mengerti maknanya, seperti EEK, SKKD, Panduan kurikulum, dan lainnya. Apa itu? Ah, cari tahu nanti saja, yang penting mendengarkan dulu dengan seksama. Meski ini kali pertama saya bergabung dalam sebuah forum dengan bahasan yang sama sekali bukan spesialisasi saya, tapi secara garis besar saya paham arah dan tujuan pembicaraan pada hari itu (fffiiiuuuh…). Saya jadi tahu, betapa pemerintah mempunyai upaya yang sungguh-sungguh untuk mencari pola yang pas, menentukan kebijakan kurikulum yang cocok untuk menghasilkan output yang sesuai harapan. Awalnya saya berpikir begitu.

Pembicara pertama, Ibu Lili, Koordinator bidang PKn, memaparkan gambaran umum dan bentuk dari penguatan serta penataan kurikulum di 2013 akan seperti apa, dengan penjelasan yang jelas, dan menarik. Semakin banyak slide yang disajikan, saya jadi semakin paham, mengapa Puskurbuk demikian tampak repotnya dalam mengatur dan mencari pola yang pas untuk pendidikan di negeri ini. Dengan lugas beliau menjelaskan, bahwa begitu banyak ‘nilai-nilai’ yang diharapkan oleh departemen-departemen lain untuk dapat disisipkan dalam kurikulum pendidikan di tiap tahun ajaran. Yang terbaru, ada sekitar lebih dari 20 nilai yang harus dimasukkan ke dalam kurikulum. Terakhir, puskurbuk harus melayani permintaan langsung dari Bapak Presiden, yang menghendaki adanya tambahan materi tentang anti terorisme. 

Saya memang tidak paham tentang detail bagaimana cara kerja Puskurbuk dalam merumuskan kurikulum pendidikan. Tapi dari penjelasan yang saya terima, saya jadi maklum mengapa kurikulum pendidikan di Indonesia selalu berubah setiap presidennya lengser, berubah lagi saat menterinya ganti, dan selalu saja demikian dari tahun ke tahun. Terlalu banyak pesanan dan titipan-titipan yang mewakili kepentingan para penguasa yang dipaksa untuk diramu dan dikemas dengan cantik dalam kurikulum pendidikan kita. Kalau dulu saat saya sekolah, saya merasa saya terpaksa harus mempelajari banyak mata pelajaran dengan begitu banyak pokok bahasan, sehingga saya merasa terbebani, kini saya jadi punya jawabannya kenapa dulu saya merasa seperti itu. Dan sepertinya apa yang saya keluhkan dulu di bangku sekolah tidaklah berlebihan. Murid harus mempelajari banyak hal, bahasan yang melebar luas, tapi tidak dalam. Jadinya, murid tahu banyak hal, tapi dengan pengetahuan yang tidak mendalam.

Kurikulum pendidikan seharusnya dirumuskan demi tujuan kemajuan bangsa, bukan malah disisipi dengan kepentingan-kepentingan politik penguasa, dimana anak didik terpaksa mempelajari materi pelajaran yang tidak perlu bahkan yang bernuansa politik. Kalau boleh saya kutip satu kalimat dari sebuah harian nasional, Kurikulum pendidikan harus terkait dan selaras dengan arah pembangunan nasional. Lhah…sedangkan arah pembangunan nasional saja belum jelas, jadi ya pantas saja jika arah kurikulum pendidikan di negeri ini tidak jelas pula. Yah, Itulah Indonesia.

Comments

Popular Posts