Teknologi, Game dan Anak
![]() |
Pic source: ciyciye.com |
Banyak pendapat yang mengklaim
bahwa dengan game online, PS dan yang lainnya dapat memberikan dampai positif
bagi anak. Tapi saya punya pendapat lain.
Mungkin benar, anak jadi lebih cepat belajar mengoperasikan komputer, mahir memainkan mouse, bahkan ada yang bisa langsung mendownload sendiri permainan yang dia mau, di usia yang sangat belia. Itu semua tidak menyilaukan mata saya. Saya termasuk orang tua yang beranggapan bahwa tidak perlu terburu-buru untuk memperkenalkan teknologi pada anak (kalau hanya untuk keperluan nge-game). Karena teknologi terus berkembang dan akan dapat terus dipelajari. Jadi saya lebih memilih mempersiapkan mental anak dahulu, supaya saat ia mulai mengenal teknologi, ia akan dapat menggunakan teknologi tersebut dengan bijaksana.
Anak
jadi bisa bahasa Inggris
Bahasa inggris
yang mana ini? Kalau hanya dapat mengenal perbendaharaan kata di bidang komputer
dan game, karena saking seringnya mengoperasikan gadget-gadget canggih,
lagi-lagi ini tidak membuat saya kepincut. Saya lebih mengandalkan alat bantu
konvensional untuk memperkenalkan bahasa inggris pada anak-anak saya.
Menggunakan buku cerita dan flash card.
Nge-game
merangsang ketangkasan berpikir anak
Pernah ada yang
mengatakan pada saya, kalo nge-game itu membutuhkan cara berpikir yang cepat
untuk bisa menyelesaikan setiap tahapan permainan. Jadi makin sering anak main
game, maka ketangkasan berpikirnya akan terasah. Masa’ sih? Saya tetap memilih
alat bantu konvensional untuk merangsang ketangkasan berpikir anak. Saya lebih
suka menyajikan berbagai puzzle, menyediakan sekantong besar lego dan permainan
block untuk dibuat jembatan atau istana.
Jika keuntungan dan manfaat
tersebut diatas benar-benar dapat diambil dari rajin mengoperasikan gadget canggih, yang
sebagian besar hanya untuk nge-game, maka sudah pasti saya akan memfasilitasi
buh hati saya dengan teknologi paling mutakhir. Masalahnya, dampak buruk
sebagai akibat memperkenalkan teknologi pada anak di usia dini, lebih
menakutkan saya ketimbang manfaatnya.
Nge-game
mengakibatkan kecanduan
Berhasil menyelesaikan
tahap pertama, pasti akan penasaran untuk bisa menyelesaikan permainan di level
berikutnya, dan seterusnya. Itu sudah pasti. Dan saat kepala anak sudah
dipenuhi dengan hal-hal tersebut, maka akan sulit memberikan input yang lain
pada anak. Pada tahapan lanjut, anak akan kehilangan ketertarikannya untuk
belajar, mulai ogah-ogahan untuk berinteraksi dengan orang tua, membahas
kegiatannya di sekolah atau saat bermain dengan teman.
Merangsang
aksi agresif anak
Mari kita amati,
jika anak menonton TV lebih dari dua jam. Anak akan sulit diajak bekerja sama
setelahnya. Jadi malas melakukan apa yang kita minta. Ujung-ujungnya akan ada
huru-hara karena ia dengan sekeras mungkin berusaha menolak ajakan kita
berpaling dari TV. Hal yang sama saya yakini akan terjadi jika anak
berlama-lama berduaan dengan gadget canggihnya. Meskipun hanya menyajikan
game-game yang menurut kita aman untuk balita, tidak mengandung unsur kekerasan,
tetap saja membuat anak malas beranjak untuk beralih ke aktivitas lain, yang
pada akhirnya akan memicu tindakan agresif.
Anak sulit melakukan interaksi sosial
Ini yang saya
paling tidak suka. Anak tenggelam dalam dunianya sendiri. Mengakibatkan anak
enggan bermain dengan teman lain, bersosialisasi dengan anak sebayanya, merasa
cukup dengan apa yang ada pada dirinya saja. Padahal kemampuan bersosialisasi
akan sangat penting sebagai bekal di masa depannya untuk menghadapi kerasnya
hidup yang sebenarnya. Bandingkan dengan permainan konvensional jaman dulu,
yang kebanyakan membutuhkan koordinasi dan kerjasama tim, seperti gobag sodor, jamuran, betengan, kasti, oh… I miss
that games.
Membahagiakan anak adalah sudah
menjadi tanggung jawab orang tua. Tapi ‘bahagia yang bagaimana’ yang sebaiknya
menjadi perhatian setiap orang tua. Bukan hanya sekedar memikirkan kesenangan
sesaat anak, tapi mari pikirkan lebih jauh ke depan , mempersiapkan masa depan buah
hati kita, agar dapat dengan mudah menghadapi kerasnya kehidupan di luar sana.
saya termasuk orang tua yg "welcome" terhadap teknologi. Hal itu didasari pada kesukaan saya terhadap gadget, karena gadget diciptakan untuk mempermudah pekerjaan manusia. So selama gadget tersebut tidak hanya digunakan untuk game saja (banyak juga sisi edukasi). maka saya akan sangat mendukung penggunaan untuk anak (bahkan balita) agar lebih "melek" teknologi
ReplyDeletesaya sangat setuju pak, bahwa teknologi adalah untuk mempermudah hidup manusia. tapi melihat fenomena yang ada, dimana anak-anak banyak yang kadung tenggelam dalam asyiknya ngegame, hingga mengurangi jatahnya untuk mempelajari hal lain, itu yang membuat saya khawatir. saya tidak ingin anak-anak salah mengartikan fungsi teknologi, itu sebabnya saya tidak terburu2 mengenalkan teknologi pada anak. karna teknologi akan bermanfaat ditangan orang yang mampu menggunakannya dengan bijaksana. nha...membuat anak mampu menggunakannya dengan bijaksana, itulah yang menjadi konsentrasi saya sebelum saya membiarkan anak-anak mengakrabi teknologi.
Deletemaaf mungkin ini sudah cukup lama reply nya. namun berbicara terhadap dampak teknologi kepada anak saya sangat suka. selama ini saya selalu positive thingking terhadap teknologi. karena hal itu secara tidak langsung akan mempengaruhi intelegensitas anak. anak akan selalu berusaha mencari problem solved terhadap suatu masalah. dan selalu fokus terhadap sesuatu. Hal itu saya rasakan sendiri tatkala Thata (my lovely kids) yang berumur dibawah 2 tahun sudah bisa mengoperasionalkan iPhone. dibandingkan dengan saya yang baru mengenal komputer pada saat kelas 2 SMP.
ReplyDeleteIMHO sisi negative yg saya pandang koq cuma 1 aza ya. yaitu kurang berinteraksi sosial.
Mungkin bisa ditambahi????
Hi Pak Tito, lama juga ni ngresponnya, hehe.
DeleteOk, i'll make the list. tapi mohon dicatat ya, bahwa ini adalah akibat konsumsi berlebih teknologi (baca: game) bagi balita ya...
1. benar, anak akan mengalami kesulitan untuk berinteraksi sosial.
2. anak yang menatap layar (layar apa saja: TV, Komputer, HP, dll) lebih dari satu jam dalam satu hari, maka anak tersebut akan kehilangan sensitivitas/kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya, alias apatis abis. ini yang saya takutkan.
3. menurunnya tingkat konsentrasi anak. anak akan mengalami kesulitan belajar, karena yang ada dalam pikirannya hanyalah ingin segera menyelesaikan permainan di level berikutnya. pasti, semua anak akan betah berlama2 didepan TV, komputer, HP, karena itu semua memang 'menghipnotis', tapi itu bukan fokus. coba saja lihat anak yang sudah kecanduan game, dia ga akan mau diminta untuk duduk manis, dan diminta fokus untuk mempelajari buku pelajarannya.
kalaupun anak akan dapat terangsang untuk berlatih problem solving dari pengoperasian dan permainan di gadget2 tsb, saya belum yakin jika anak tersebut juga akan otomatis akan lihai mencari problem solving dalam kehidupan 'nyata'.
sekarang coba kita lihat anda, pak tito. anda baru mengenal komputer di bangku SMP. lihat anda sekarang, begitu mahirnya mengoperasikan segala bentuk gadget yang ada, dan mampu menggunakannya dengan bijak. terbukti, tidak akan ada masalah kan mesti anda dibilang telat mengenal teknologi.
sama-sama, gan. semoga bermanfaat.
ReplyDelete